Translate

Selasa, 18 Desember 2012

Pend Pancasila


Pentingnya Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan
Oleh:   Dhina Kusuma Wardani *)
                                               

Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan.
Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan dari sebuah tujuan. Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia.
Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normative menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideology nasional. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas. Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Aspek tersebut meliputi:  pendidikan, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya,  pertahanan keamanan, hukum, kehidupan beragama, dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan pendidikan, dimana pendidikan itu sendiri mempunyai arti usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan/keahlian dalam kesatuan organis harmonis dinamis, di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Mengembangkan kepribadian dan kemampuan/keahlian, menurut Notonegoro (1973) merupakan sifat dwi tunggal pendidikan nasional. Pendidikan sebagai bagian dari ilmu Humaniora memperlihatkan proses yang terus menerus mengarah pada kesempurnaan, yang semakin manusiawi (Driyarkara: 2006). Salah satu agenda penting dalam upaya mengatasi krisis dalam kehidupan bangsa kita adalah melalui pendidikan karakter, pendididkan nilai, pendidikan moral, pendidikan ahklak, dan pendidikan budi pekerti.
Salah satu cara dalam pembangunan pendidikan yang bisa dilakukan melalui pendidik (guru). Pendidik (guru) akan mendidik, menyalurkan ilmu/pengetahuan yang dimiliki kepada peserta didik dan menjadi teladan yang baik serta orang tua di sekolah bagi peserta didik. Pendidik (guru) yang baik akan menjadi salah satu kunci bagi kemajuan dan keselamatan bangsa. Guru tidak hanya menyampaikan ide-ide, tetapi hendaknya menjadi suatu wakil dari suatu cara hidup yang kreatif. Pendidik (guru) yang berakhlak, berbudi pekerti, dan berkarakter yang baik, akan sangat kondusif dalam mewujudkan keberhasilan pendidikan moral, yang akan mendukung bagi peserta didik untuk memiliki karakter yang baik. Dengan begitu pendidikan di dalam pendidikan akan berjalan selaras dengan kemajuan  bangsa dan Negara.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ideologi, Ideologi adalah suatu kompleks ide-ide asasi tentang manusia dan dunia yang dijadikan pedoman dan cita-cita hidup (Driyardikara,1976). Ideologi bersifat hanya diesseitig/atheis (membahas kehidupan dunia dan tidak mengakui adanya Tuhan, contohnya: Ideologi Komunis) dan yenseitig (membahas kehidupan akhirat, mengakui adanya Tuhan, contohnya: Ideologi Pancasila). Ideologi bukanlah hanya pengertian, ideologi adalah prinsip dinamika karena merupakan pedoman (menjadi pola dan norma hidup) dan sekaligus berupa ideal atau cita-cita. Pengembangan Pancasila sebagai ideologi  yang memiliki dimensi realitas, idealitas dan fleksibelitas (Pancasila sebagai ideologi terbuka) menghendaki adanya dialog yang tiada henti dengan tantangan-tantanagn masa kini dan masa depan dengan tetap mengacu kepada pencapaian tujuan nasional dan cita-cita nasional Indonesia. Sehingga Indonesia tidak akan ketinggalan dengan perkembangan zaman namun akan tetap selalu menjadikan pancasila sebagai dasar negara selain UUD 45.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik, dimana manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter. Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila). Dalam mengambil keputusan didasarkan musyawarah dan bisa diwakilkan oleh rakyat. Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan. Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan ekonomi, sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi berdasarkan pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dan humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal yang hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan sosial budaya, pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human dari individualis menjadi sosilalis.
Berdasarkan pada sila Persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan antar bangsa. Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan nasional, salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangs dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigm pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan hukum, pembangunan hukum bukan hanya memperhatikan nilai-nilai filosofis, asas yang terkandung dalam konsep Negara hukum, tetapi mempertimbangkan realitas penegakan hukum dan kesadaran hukum masyarakat. Sistem hukum menurut pancasila  merupakan bagian dari keseluruhan sistem kehidupan masyarakat sebagai satu kesatuan utuh. Pancasila sebagai ideologi nasional memberikan ketentuan mendasar, yakni: sistem hukum dikembangkan berdasarkan nilai-nilai pancasila sebagai sumbernya, sistem hukum menunjukkan keadilan, sistem hukum mempunyai fungsi untuk menjaga dinamika kehidupan bangsa, dan sistem hukum menjamin proses realisasi diri bagi warga bangsa. Melalui hukum manusia hendaknya mencapai ketertiban umum dan keadilan. Negara hanya dapat disebut Negara hukum apabila hukum yang diikutinya adalah hukum yang baik dan adil. Artinya, hukum sendiri secara moral dapat dipertanggungjawabkan. Pembangunan dalam bidang hukum bersifat mengikat, tegas, dan memaksa. Tetapi pada kenyataannya kuhum tidak menimbang kesalahan tindak pidana. Hukum di Indonesia seperti piramida, semakin keatas semakin tumpul dan semakin kebawah akan semakin lancip. Dapat dikatakan bahwa hukum di Indonesia masih bersifat hukum manipolitik, hukum yang belum memihak pada rakyat kecil. Misalnya: Gayus Tambunan, dia sudah terbukti bersalah tetapi proses hukum berlarut-larut dan tidak cepat terselesaikan karena hukum di Indonesia masih berpihak pada orang yang mempunyai kekuasaan dan sering kali mendapat keistimewaan di Lapas daripada pelaku lainnya di Lapas. Sementara itu, pelaku yang mencuri sandal dihukum lima tahun, padahal dilihat dari segi kejahatannya koruptor  lebih merugikan Negara. Itu membuktikan bahwa hukum di Indonesia belum memihak pada rakyat kecil.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan kehidupan beragama, bangsa kita dituntut oleh masyarakat Indonesia yang religius, diatur dalam UU 1945 dan dikukuhkan oleh nilai dasar negara, pancasila. Dengan diharapkan pelestarian persatuan nasional yang semakin mantap tidak terganggu. Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan (pluralitas) masyarakat dan bangsa serta mewujukannya sebagai suatu keniscayaan. Dilihat dari segi etnis, bahasa, agama, dan sebagainya, Indonesia termasuk salah satu negara yang paling mejemuk sehingga mereka merumuskan konsep pluralisme ini dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” . Berbeda-beda suku, berbeda budaya, dan berbeda-beda bahasa namun tetap satu yaitu bangsa Indonesia. Namun akhir-akhir ini banyak terjadi pertikaian antar beda agama, masing-masing saling beranggapan bahwa agamanyalah yang paling benar dan karena kurangnya toleransi antar umat beragama di Indonesia.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan saint, ilmu pengetahuan,teknologi dan saint, di masa sekarang memang merupakan kebutuhan tersendiri. Bagi kelompok manusia yang menginginkan kemajuan mutlak harus memiliki dua hal tersebut. Apapun hasil IPTEKS meskinya dapat dipertanggung jawabkan akibatnya, baik pada masa lalu, masa sekarang, maupun masa depan. Dalam kondisi seperti di atas maka diperlukan suatu cara agar perkembangan IPTEKS di Indonesia meningkat. Pancasila berperan memberikan beberapa prinsip etis kepada ilmu, misalnya: martabat manusia sebagia pribadi, sebagai subjek tidak boleh diperalat untuk kepentingan IPTEKS dan riset, prinsip tidak merugikan, harus dihindari kerusakan yang mengancam kemanusiaan, IPTEKS harus sedapat mungkin membantu manusia melepaskan dari kesulitan-kesulitan, harus dihindari adanya monopoli IPTEKS, diharuskan adanya kesamaan pemahaman antara ilmuwan dan agamawan.
                                               










Tidak ada komentar:

Posting Komentar