Pentingnya Pancasila sebagai
Paradigma Pembangunan
Oleh: Dhina Kusuma
Wardani *)
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat
ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn,
Orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu
pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan
mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu
cabang ilmu pengetahuan.
Istilah paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di
bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum,
sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai
kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur,
parameter, arah dan tujuan dari sebuah tujuan. Dengan demikian, paradigma
menempati posisi tinggi dan penting dalam melaksanakan segala hal dalam
kehidupan manusia.
Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar
pancasila secara normative menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap
aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai
konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai
dasar negara dan ideology nasional. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif
bahwa Pancasila adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi
atau persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi
landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan
pembangunan.
Pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat
dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek
ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia
secara totalitas. Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan
martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan
di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Aspek
tersebut meliputi: pendidikan, ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan, hukum, kehidupan
beragama, dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan pendidikan, dimana pendidikan itu sendiri
mempunyai arti usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan/keahlian dalam kesatuan organis harmonis dinamis, di dalam dan di
luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Mengembangkan kepribadian dan
kemampuan/keahlian, menurut Notonegoro (1973) merupakan sifat dwi tunggal
pendidikan nasional. Pendidikan sebagai bagian dari ilmu Humaniora
memperlihatkan proses yang terus menerus mengarah pada kesempurnaan, yang
semakin manusiawi (Driyarkara: 2006). Salah satu agenda penting dalam upaya
mengatasi krisis dalam kehidupan bangsa kita adalah melalui pendidikan
karakter, pendididkan nilai, pendidikan moral, pendidikan ahklak, dan
pendidikan budi pekerti.
Salah satu cara dalam pembangunan pendidikan yang bisa dilakukan melalui
pendidik (guru). Pendidik (guru) akan mendidik, menyalurkan ilmu/pengetahuan
yang dimiliki kepada peserta didik dan menjadi teladan yang baik serta orang
tua di sekolah bagi peserta didik. Pendidik (guru) yang baik akan menjadi salah
satu kunci bagi kemajuan dan keselamatan bangsa. Guru tidak hanya menyampaikan
ide-ide, tetapi hendaknya menjadi suatu wakil dari suatu cara hidup yang
kreatif. Pendidik (guru) yang berakhlak, berbudi pekerti, dan berkarakter yang
baik, akan sangat kondusif dalam mewujudkan keberhasilan pendidikan moral, yang
akan mendukung bagi peserta didik untuk memiliki karakter yang baik. Dengan
begitu pendidikan di dalam pendidikan akan berjalan selaras dengan
kemajuan bangsa dan Negara.
Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan Ideologi, Ideologi
adalah suatu kompleks ide-ide asasi tentang manusia dan dunia yang dijadikan
pedoman dan cita-cita hidup (Driyardikara,1976). Ideologi bersifat hanya
diesseitig/atheis (membahas kehidupan dunia dan tidak mengakui adanya Tuhan,
contohnya: Ideologi Komunis) dan yenseitig (membahas kehidupan akhirat,
mengakui adanya Tuhan, contohnya: Ideologi Pancasila). Ideologi bukanlah hanya
pengertian, ideologi adalah prinsip dinamika karena merupakan pedoman (menjadi
pola dan norma hidup) dan sekaligus berupa ideal atau cita-cita. Pengembangan
Pancasila sebagai ideologi yang memiliki
dimensi realitas, idealitas dan fleksibelitas (Pancasila sebagai ideologi
terbuka) menghendaki adanya dialog yang tiada henti dengan tantangan-tantanagn
masa kini dan masa depan dengan tetap mengacu kepada pencapaian tujuan nasional
dan cita-cita nasional Indonesia. Sehingga Indonesia tidak akan ketinggalan
dengan perkembangan zaman namun akan tetap selalu menjadikan pancasila sebagai
dasar negara selain UUD 45.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik, dimana manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan
sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila
bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan
harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari
manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat.
Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik
Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik
demokrasi bukan otoriter. Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus
dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila). Dalam mengambil
keputusan didasarkan musyawarah dan bisa diwakilkan oleh rakyat. Pengembangan
selanjutnya adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada
sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik
Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan,
moral kerakyatan, dan moral keadilan. Perilaku politik, baik dari warga negara
maupun penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga
menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan ekonomi, sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan
ekonomi maka sistem dan pembangunan ekonomi berdasarkan pada nilai moral daripada
pancasila. Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas
ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem
ekonomi yang mendasarkan pada moralitas dan humanistis akan menghasilkan sistem
ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat
manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk
tuhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi
liberal yang hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia
lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem
sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia
sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi
sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara
keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi
kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak
dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi harus
mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan
bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan,
penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan sosial budaya, pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena
memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu
sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan
beradab. Oleh karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan
harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab.
Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal
dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil
dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus
mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan
dirinya dari tingkat homo menjadi human dari individualis menjadi sosilalis.
Berdasarkan pada sila Persatuan Indonesia, pembangunan sosial
budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan
budaya-budaya yang beragam seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya
rasa persatuan antar bangsa. Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap
budaya dan kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka
merasa dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan
sosial budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan
ketidakadilan sosial.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan pertahanan nasional, salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung
makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara
saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut,
sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen
bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh
warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan
secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah,
dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan
keselamatan segenap bangs dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem
pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga
negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai
pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan
kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila
sebagai paradigm pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa
Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan
Negara. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik
tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin
keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pancasila
sebagai paradigma pembangunan hukum, pembangunan
hukum bukan hanya memperhatikan nilai-nilai filosofis, asas yang terkandung
dalam konsep Negara hukum, tetapi mempertimbangkan realitas penegakan hukum dan
kesadaran hukum masyarakat. Sistem hukum menurut pancasila merupakan bagian dari keseluruhan sistem
kehidupan masyarakat sebagai satu kesatuan utuh. Pancasila sebagai ideologi
nasional memberikan ketentuan mendasar, yakni: sistem hukum dikembangkan
berdasarkan nilai-nilai pancasila sebagai sumbernya, sistem hukum menunjukkan
keadilan, sistem hukum mempunyai fungsi untuk menjaga dinamika kehidupan bangsa,
dan sistem hukum menjamin proses realisasi diri bagi warga bangsa. Melalui hukum manusia hendaknya
mencapai ketertiban umum dan keadilan. Negara hanya dapat disebut Negara hukum
apabila hukum yang diikutinya adalah hukum yang baik dan adil. Artinya, hukum
sendiri secara moral dapat dipertanggungjawabkan. Pembangunan dalam bidang
hukum bersifat mengikat, tegas, dan memaksa. Tetapi pada kenyataannya kuhum
tidak menimbang kesalahan tindak pidana. Hukum di Indonesia seperti piramida,
semakin keatas semakin tumpul dan semakin kebawah akan semakin lancip. Dapat
dikatakan bahwa hukum di Indonesia masih bersifat hukum manipolitik, hukum yang
belum memihak pada rakyat kecil. Misalnya: Gayus Tambunan, dia sudah terbukti
bersalah tetapi proses hukum berlarut-larut dan tidak cepat terselesaikan
karena hukum di Indonesia masih berpihak pada orang yang mempunyai kekuasaan
dan sering kali mendapat keistimewaan di Lapas daripada pelaku lainnya di
Lapas. Sementara itu, pelaku yang mencuri sandal dihukum lima tahun, padahal
dilihat dari segi kejahatannya koruptor
lebih merugikan Negara. Itu membuktikan bahwa hukum di Indonesia belum
memihak pada rakyat kecil.
Pancasila
sebagai paradigma pembangunan kehidupan beragama, bangsa
kita dituntut oleh masyarakat Indonesia yang religius, diatur dalam UU 1945 dan
dikukuhkan oleh nilai dasar negara, pancasila. Dengan diharapkan pelestarian
persatuan nasional yang semakin mantap tidak terganggu. Salah satu prasyarat
terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan (pluralitas) masyarakat dan
bangsa serta mewujukannya sebagai suatu keniscayaan. Dilihat dari segi etnis,
bahasa, agama, dan sebagainya, Indonesia termasuk salah satu negara yang paling
mejemuk sehingga mereka merumuskan konsep pluralisme ini dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” . Berbeda-beda
suku, berbeda budaya, dan berbeda-beda bahasa namun tetap satu yaitu bangsa
Indonesia. Namun akhir-akhir ini banyak terjadi pertikaian antar beda agama,
masing-masing saling beranggapan bahwa agamanyalah yang paling benar dan karena
kurangnya toleransi antar umat beragama di Indonesia.
Pancasila
sebagai paradigma pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan saint, ilmu pengetahuan,teknologi dan saint, di masa sekarang
memang merupakan kebutuhan tersendiri. Bagi kelompok manusia yang menginginkan
kemajuan mutlak harus memiliki dua hal tersebut. Apapun hasil IPTEKS meskinya
dapat dipertanggung jawabkan akibatnya, baik pada masa lalu, masa sekarang,
maupun masa depan. Dalam kondisi
seperti di atas maka diperlukan suatu cara agar perkembangan IPTEKS di
Indonesia meningkat. Pancasila berperan memberikan beberapa prinsip etis kepada
ilmu, misalnya: martabat manusia sebagia pribadi, sebagai subjek tidak boleh
diperalat untuk kepentingan IPTEKS dan riset, prinsip tidak merugikan, harus
dihindari kerusakan yang mengancam kemanusiaan, IPTEKS harus sedapat mungkin
membantu manusia melepaskan dari kesulitan-kesulitan, harus dihindari adanya
monopoli IPTEKS, diharuskan adanya kesamaan pemahaman antara ilmuwan dan
agamawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar